Minggu, 31 Oktober 2010
Pemerintah Pusat Diminta Turun
Pedagang membantah menjual beras berklorin.
TANGERANG – Dinas Pertanian Tangerang meminta pemerintah pusat, dalam hal ini Departemen Pertanian serta Badan Pengawasan Obat dan Makanan Pusat, turun tangan untuk menuntaskan beredarnya beras yang mengandung zat pemutih kain (klorin) di sejumlah pasar tradisional di Tangerang.
Kepala Subdinas Pertanian, Dinas Pertanian Kota Tangerang, Epen Effendi, mengemukakan pemerintah daerah tidak punya kewenangan menindak pelaku dan menarik beras tersebut dari peredaran. “Karena ini menyangkut perdagangan antardaerah,” katanya kepada Tempo kemarin.
Beredarnya beras berklorin tersebut, kata Epen, dilakukan oleh para pedagang dan distributor beras nakal di luar Tangerang. Menurut dia, beras bercampur zat berbahaya itu kini telah marak dijualbelikan di pasar-pasar dalam bentuk beras curah. “Ini sangat berbahaya, termasuk penipuan dan pemalsuan,” ujarnya. Ia menambahkan, “Klorin dalam beras tidak bisa ditoleransi sedikit apa pun takarannya.”
Selama ini, Epen melanjutkan, hamper 95 persen kebutuhan beras di Kota Tangerang henya ada 100 hektare sawah yang dapat menghasilkan 1.000 ton beras setiap tahun. Hasil panen tersebut hanya mampu memenuhi 5 persen kebutuhan 1,4 juta jiwa warga Kota Tangerang.
Seperti diberitakan Koran ini sebelumnya, Pengawasan Obat dan Makanan Dinas Kesehatan Kota Tangerang menemukan 0,05 part per million atau satu per sejuta klorin dalam beras curah yang diperdagangkan di pasar tradisional di Tangerang. Sampel beras diambil dari Pasar Anyer, Pasar Malabar, dan Pasar Ciledug. Jika beras yang mengandung klorin dikonsumsi dalam waktu lama, bisa mengakibatkan munculnya penyakit kanker hati dan ginjal pada manusia.
Sejumlah pedagang beras di Pasar Anyer, Tangerang, ketika ditemui Tempo mengaku mengetahui ada beras yang bercampur klorin. Tapi mereka membantah memperjualbelikan beras bercampur klorin itu. Suhemi, salah seorang pedagang beras, mengatakan sejak adanya isu beras berklorin, banyak pembeli yang menanyakan soal beras itu. Tapi, kata dia, penjualan beras belum terpengaruh.
Menurut dia, secara kasatmata, beras yang bercampur klorin dapat dibedakan. Beras yang dicampur zat pemutih terlihat dari fisiknya, yaitu berbau obat atau detergen, licin, dan banyak serbuk putihnya. “Beras yang asli kesat dan putih kusam serta tidak berbau,” katanya.
Sumber : Koran Tempo, 9 Januari hal A14
TANGERANG – Dinas Pertanian Tangerang meminta pemerintah pusat, dalam hal ini Departemen Pertanian serta Badan Pengawasan Obat dan Makanan Pusat, turun tangan untuk menuntaskan beredarnya beras yang mengandung zat pemutih kain (klorin) di sejumlah pasar tradisional di Tangerang.
Kepala Subdinas Pertanian, Dinas Pertanian Kota Tangerang, Epen Effendi, mengemukakan pemerintah daerah tidak punya kewenangan menindak pelaku dan menarik beras tersebut dari peredaran. “Karena ini menyangkut perdagangan antardaerah,” katanya kepada Tempo kemarin.
Beredarnya beras berklorin tersebut, kata Epen, dilakukan oleh para pedagang dan distributor beras nakal di luar Tangerang. Menurut dia, beras bercampur zat berbahaya itu kini telah marak dijualbelikan di pasar-pasar dalam bentuk beras curah. “Ini sangat berbahaya, termasuk penipuan dan pemalsuan,” ujarnya. Ia menambahkan, “Klorin dalam beras tidak bisa ditoleransi sedikit apa pun takarannya.”
Selama ini, Epen melanjutkan, hamper 95 persen kebutuhan beras di Kota Tangerang henya ada 100 hektare sawah yang dapat menghasilkan 1.000 ton beras setiap tahun. Hasil panen tersebut hanya mampu memenuhi 5 persen kebutuhan 1,4 juta jiwa warga Kota Tangerang.
Seperti diberitakan Koran ini sebelumnya, Pengawasan Obat dan Makanan Dinas Kesehatan Kota Tangerang menemukan 0,05 part per million atau satu per sejuta klorin dalam beras curah yang diperdagangkan di pasar tradisional di Tangerang. Sampel beras diambil dari Pasar Anyer, Pasar Malabar, dan Pasar Ciledug. Jika beras yang mengandung klorin dikonsumsi dalam waktu lama, bisa mengakibatkan munculnya penyakit kanker hati dan ginjal pada manusia.
Sejumlah pedagang beras di Pasar Anyer, Tangerang, ketika ditemui Tempo mengaku mengetahui ada beras yang bercampur klorin. Tapi mereka membantah memperjualbelikan beras bercampur klorin itu. Suhemi, salah seorang pedagang beras, mengatakan sejak adanya isu beras berklorin, banyak pembeli yang menanyakan soal beras itu. Tapi, kata dia, penjualan beras belum terpengaruh.
Menurut dia, secara kasatmata, beras yang bercampur klorin dapat dibedakan. Beras yang dicampur zat pemutih terlihat dari fisiknya, yaitu berbau obat atau detergen, licin, dan banyak serbuk putihnya. “Beras yang asli kesat dan putih kusam serta tidak berbau,” katanya.
Sumber : Koran Tempo, 9 Januari hal A14
Label: Etika Bisnis
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)